Wednesday, 30 March 2016

Kedudukan TAP MPR RI Dalam Hierarki Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 merupakan landasan utama dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara bagi Bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Perubahan Pertama, Perubahan Kedua, Perubahan Ketiga, dan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah mengakibatkan terjadinya perubahan struktur kelembagaan negara yang berlaku di Negara Republik Indonesia.
Perubahan tersebut antara lain Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 1 ayat [2] UUD 1945) dan pengurangan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat sehingga tinggal berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar (Pasal 3 ayat [1] UUD 1945), melantik Presiden dan/atau Wakil Presiden (Pasal 3 ayat [2] UUD 1945), memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya menurut Undang-Undang Dasar (Pasal 3 ayat [3] UUD 1945), menyelenggarakan sidang untuk memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diusulkan oleh Presiden jika terjadi kekosongan Wakil Presiden (Pasal 8 ayat [2] UUD 1945), dan menyelenggarakan sidang untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden jika Prediden dan Wakil Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan atau tidak dapat melakukan kewajibannya dalam masa jabatannya secara bersamaan (Pasal 8 ayat [3] UUD 1945).
Perubahan struktur kelembagaan negara tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan kedudukan, fungsi, tugas, dan wewenang lembaga negara dan lembaga pemerintahan yang ada. Selain itu perubahan tersebut memengaruhi aturan-aturan yang berlaku menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan mengakibatkan perlunya dilakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. Oleh karena itu Majelis Permusyawaratan Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun 2003 (Aturan Tambahan Pasal I UUD 1945). Hasil peninjauan terhadap materi dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia tersebut telah diambil putusannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 2003 dan telah ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus 2003 dalam bentuk Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Bagaimana kedudukan TAP MPR RI dalam hierarki Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ?
2.      Bagaimana Substansi Ketetapan MPRS/MPR Menurut TAP MPR NO 1/MPR/2003 ?

C.    METODE PENELITIAN
-          Buku-buku
-          Internet

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kedudukan TAP MPR RI Dalam Hierarki Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Indonesia.
Berkaitan dengan kedudukan TAP MPR. Dalam hal ini TAP MPR
mengandung norma-norma hukum yang pada hakekatnya sama dengan UUD 1945 namun setingkat lebih rendah dari norma hukum UUD 1945. Karenanya
dapat digolongkan sebagai aturan dasar Negara/aturan pokok negara  (Staatsgrundgesetz).Sehingga, menurut Attamimi, menggolongkan UUD 1945 dan TAP MPR ke dalam salah satu jenis peraturan perundang-undangan adalah tidak benar, namun menempatkan keduanya di atas UU adalah benar. Terhadap kegiatan pembentukan peraturan perundang-undanganTAP MPR pada hakekatnya bukan merupakan asas hukum dalam arti hetrecthsbeginsel menurut Scholten yang menunjuk pada pertimbangan susila (het zedelijk oordeel). TAP MPR adalah norma hukum meski dalam bentuk aturan dasar atau aturan pokok Negara (grundgesetz), namun demikian TAP MPR memberikan pedoman dan bimbingan kepada kegiatan pembentukan peraturanperundang-undangan, namun mengandung sifat yang normative.
TAP MPR memberikan pedoman dan bimbingan kepada kegiatan pembentukan peraturan perundang-undangan secara materiil. Dimasukannya kembali Tap MPR sebagai salah satu jenis Peraturan perundang-undangan dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 bukanlah penambahan materi baru tetapi memperbaiki kesalahan pada UU Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.
Salah satu perubahan mendasar dalam UUD 1945 adalah perubahan dalam Bab I tentang Bentuk dan Kedaulatan, khususnya Pasal 1 Ayat (2).Perubahan dalam Pasal 1 Ayat (2) telahmengubah struktur kekuasaan negara sebagai implementasi dari prinsip kedaulatan rakyat.Perubahan tersebut membawa konsekuensi perubahan struktur kelembagaan negara dan wewenang lembaga-lembaga negara
Pasal 1 Ayat (2) sebelum perubahan menyatakan “Kedaulatan adalah di tangan rakyat, dan dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat.”Ketentuan tersebut berubah menjadi “Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar”. Perubahan tersebut setidaknya membawa lima konsekuensi dasar. Pertama, penegasan bahwa prinsip demokrasi yang merupakan wujud kedaulatan rakyat dalam pelaksanaannya harus mengikuti prinsip negara hukum yang berpuncak pada supremasi konstitusi. Kedua, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) tidak lagi memegang kekuasaan sebagai pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat, sehingga dengan sendirinya tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara.Ketiga, kedaulatan rakyat dilaksanakan oleh organ-organ konstitusi sesuai dengan yang ditentukan oleh UUD, sehingga organ-organ itu tidak dapat lagi dibedakan secara hierarkis (setidaknya dapat dikatakan sederajat), tetapi dibedakan menurut fungsi dan wewenang yang diberikan olehUUD 1945.Keempat, terjadi perubahan wewenang yang dimiliki oleh lembaga negara, khususnya MPR.Kelima, terjadi perubahan hubungan antara lembaga negara yang lebih mencerminkan prinsip saling mengawasi dan mengimbangi.
Sebelum Perubahan UUD 1945, MPR adalah pelaksana sepenuhnya kedaulatan rakyat sehingga lembaga-lembaga negara lain memperoleh mandat dari MPR. Untuk menjalankan kekuasaan tersebut, UUD 1945 sebelum perubahan memberikan wewenang kepada MPR untuk menetapkan UUD dan garis-garis besar dari pada haluan negara (Pasal 3 sebelum Perubahan).Untuk menjalankan wewenang tersebut produk hukum yang dihasilkan oleh MPR adalah UUD dan Ketetapan MPR. Lembaga-lembaga tinggi negara menjalankan mandat untuk melaksanakan ketetapan MPR dan mempertanggungjawabkan kepada MPR.[1]
Adanya perubahan implementasi prinsip kedaulatanrakyat dalam UUD 1945 mengakibatkan perubahan kedudukan dan wewenang MPR.Sejak semualembaga negara mendapatkan kekuasaan dari UUD 1945, maka MPR tidak lagi memiliki wewenang membentuk Ketetapan MPR. MPR lebih berfungsi sebagai lembaga konstituante (berwenang mengubah danmenetapkan UUD) dan berfungsi “semacam” joint session dari dua lembaga parlemen, yaitu DPR danDPD. Oleh karena itu Ketentuan Pasal 3 UUD 1945berubah menjadi “Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
TAP MPR Nomor I/MPR/2003 menentukan 6 kategori status hukum TAP MPRS/MPR yang sudah ada, yaitu:
1.      Tap MPR yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
2.      Tap MPR yang dinyatakan tetap berlaku.
3.       Tap MPR yang berlaku sampai dengan terbentuknya pemerintahan hasil Pemilu 2004.
4.      Tap MPR yang tetap berlaku sampai dengan terbentuknya UU yang mengatur substansi yang sama.
5.      Tap MPR tentang Tata Tertib MPR RI yang masih berlaku sampai ditetapkannya Peraturan Tata tertib MPR yang baru.
6.      Tap MPR yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut Karena bersifat einmalig.
Berdasarkan kategori di atas, walaupun MPR tidak lagi berwenang
membentuk Ketetapan namun masih terdapat kategori Tap MPR yang
masih tetap berlaku dan tidak dapat dicabut atau diganti dengan undang-
undang, serta kategori TapMPR yang dapat masih berlaku sepanjang
belum diatur dalam UU.

B.      Substansi Ketetapan MPRS/MPR Menurut TAP MPR NO 1/MPR/2003
Dengan ditetapkannya Ketetapan MPR tersebut, seluruh Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR yang berjumlah 139 dikelompokkan ke dalam 6 pasal (kategori) sesuai dengan materi dan status hukumnya. Substansi Ketetapan MPR tersebut adalah:
  1. Kategori I: TAP MPRS/TAP MPR yang dicabut dan dinyatakan tidak berlaku (8 Ketetapan)
  2. Kategori II: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku dengan ketentuan (3 Ketetapan)
  3. Kategori III: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Pemerintahan Hasil Pemilu 2004 (8 Ketetapan)
  4. Kategori IV: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tetap berlaku sampai dengan terbentuknya Undang-Undang (11 Ketetapan)
  5. Kategori V: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan masih berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib Baru oleh MPR Hasil Pemilu 2004 (5 Ketetapan)
  6. Kategori VI: TAP MPRS/TAP MPR yang dinyatakan tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut, baik karena bersifat final (einmalig), telah dicabut, maupun telah selesai dilaksanakan (104 Ketetapan)
Tap MPR yang tidak perlu dilakukan tindakan hukum lebih lanjut karena bersifat einmalig. Berdasarkan kategori di atas, walaupun MPR tidak lagi berwenang membentuk Ketetapan namun masih terdapat kategori Tap MPR yang
masih tetap berlaku dan tidak dapat dicabut atau diganti dengan undang-undang, serta kategori TapMPR yang dapat masih berlaku sepanjang belum diatur dalam UU. Ketetapan-Ketetapan MPR yang masih tetap berlaku dan tidak dapat dicabut atau diganti dengan undang-undang adalah:
1.      Tap MPRS Nomor XXV/MPRS/1966 tentang Pembubaran Partai Komunis Indonesia, PernyataanSebagai Organisasi Terlarang di Seluruh Wilayah Negara Republik Indonesia bagi Partai Komunis Indonesia dan Larangan Setiap Kegiatan untuk Menyebarkan atau Mengembangkan Faharn atau Ajaran Komunis/Marxisme-Leninisme; dan
Tap MPR Nomor XVI/MPR/1998 tentang Politik Ekonomi dalam Rangka Demokrasi Ekonomi. Sesungguhnya dalam Pasal 2 Tap MPR Nomor I/MPR/2003
2.      terdapat satu ketetapan lain yang dinyatakan masih berlaku, yaitu Ketetapan Majelis Permusyawararan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/1999 tentang Penentuan Pendapat di Timor Timur. Namun disebutkan bahwa Tap itu masih tetap berlaku sarnpai dengan terlaksananya ketentuan dalam Pasal 5 dan Pasal 6 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor V/MPR/1999. Dengan telah selesainya pemisahanTimor-Timur berdasarkan hasil jajak pendapat dan telah menjadi negara sendiri yang diakui Indonesia maka Ketetapan itu sudah selesai dilaksanakan.

Sedangkan Tap MPR yang dapat masih berlaku sepanjang belum diatur dalam UU, meliputi:
1.      Tap MPRS Nomor XXIX/MPRS/1966 tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera.
2.      Tap MPR Nomor XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi Kolusi, dan Nepotisme.
3.      Tap Nomor XV/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan Pembagian, dan Pemanfaatan Sumber Daya Nasional yang Berkeadilan, serta Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
4.      Tap MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukumdan Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan.
5.      Tap MPR Nomor V/MPR/2000 tentang Pemantapan Persatuan dan Kesatuan Nasional.
6.      Tap MPR Nomor VI/MPRI 2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
7.      Tap MPR Nomor VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian Negara Republik Indonesia.
8.      Tap MPR Nomor VI/MPR/200I tentang Etika Kehidupan Berbangsa.
9.      Tap MPR Nomor VII/MPR/2001 tentang Visi Indonesia Masa Depan.
10.  Tap MPR Nomor VIII/MPR/200I tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
11.  Tap MPR Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam.

Saat ini telah terdapat beberapa Undang-Undang yang mengatur substansi Tap di atas sehingga berdasarkan Pasal 4 TapMPR Nomor I/MPR/2003 Tapterkait sudah tidak berlaku, walaupundalam UU itu tidak mecabut Tap MPR terkait. Misalnya Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan Peraturan Perundang-Undangan, substansinya telah diatur dalam UU Nomor 10Tahun 2004 yang kemudian diganti dengan UU Nomor 12 Tahun 2011.
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002 merupakan Ketetapan MPR pengunci dari seluruh Ketetapan MPRS dan MPR. Di masa mendatang MPR tidak lagi berwenang mengeluarkan garis-garis besar daripada haluan negara dalam bentuk ketetapan MPR sebagaimana masa lalu dikarenakan perubahan sistem ketata negaraan dimana MPR hanya menjadi lembaga negara yang sejajar dengan lembaga negara lainnya dan bukan lembaga tertinggi negara lagi. Untuk menghindari kekosongan hukum akibat perubahan sistem ketata negaraan ini maka Aturan Tambahan Pasal I memerintahkan MPR untuk melakukan peninjauan yang digunakan sebagai payung hukum status seluruh Ketetapan MPRS dan MPR.
Selain Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003, MPR juga mengeluarkan ketetapan terakhir MPR yaitu Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor II/MPR/2003 tentang Perubahan Kelima atas Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Nomor II/MPR/1999 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia yang juga hanya berlaku sampai dengan ditetapkannya Peraturan Tata Tertib oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia hasil Pemilihan Umum 2004. Ketetapan MPR yang terakhir kalinya ini juga ditetapkan di Jakarta pada hari yang sama yaitu tanggal 7 Agustus 2003.

BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun 2002 merupakan Ketetapan MPR pengunci dari seluruh Ketetapan MPRS dan MPR. Di masa mendatang MPR tidak lagi berwenang mengeluarkan garis-garis besar daripada haluan negara dalam bentuk ketetapan MPR sebagaimana masa lalu dikarenakan perubahan sistem ketata negaraan dimana MPR hanya menjadi lembaga negara yang sejajar dengan lembaga negara lainnya dan bukan lembaga tertinggi negara lagi. Untuk menghindari kekosongan hukum akibat perubahan sistem ketata negaraan ini maka Aturan Tambahan Pasal I memerintahkan MPR untuk melakukan peninjauan yang digunakan sebagai payung hukum status seluruh Ketetapan MPRS dan MPR.

B.     SARAN
Harus ada lembaga yang berwenang untuk menguji ketetapan MPR RI jika bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 hal ini untuk menghindari agar tidak terjadi kekosongan hukum dan menjamin keadilan substansif.

DAFTAR PUSTAKA

A. Hamid S. Attamini, 1981,  UUD 1945- TAB MPR Undang-undang (kaitan norma hukum ketigannya), Jakarta

Maria Farida Indrati Soeprapto,1998. Ilmu perundang-undangan, Dasar-dasar dan pembentukannya,Yogyakarta: KANISIUS

Mukhlis, 2011,  Ilmu perundang-undangan, Medan: Ratu Jaya

Yasir, Armen. 2008. Hukum Perundang-undangan. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

TAP MPR RI Nomor I/MPR/2003 tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum  Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002.




[1] Konstruksi hubungan antara MPR dan lembaga tinggi negara ini secara penuh diterapkan di awal masa reformasi pada tahun 1999 sampai 2002, di mana semua lembaga tinggi negara adalah mandataris MPR sehingga harus menjalankan ketetapan MPR dan melaporkan kepada MPR melalui Sidang Tahunan. Pada masa Orde Baru konstruksi mandataris MPR hanya dilekatkan kepada Presiden.

No comments:

Post a Comment