KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji
syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk dapat
menyelesaikan Makalah Hukum Acara Perdata dengan judul “EKSEKUSI PUTUSAN
PENGADILAN”.
Dengan
adanya makalah ini, penulis berharap agar kawan-kawan mahasiswa Dapat mengetahui
lebih jelas tentang Eksekusi Putusan Pengadilan Dalam Perkara Perdata.
Kritik
dan saran benar-benar penulis harapkan guna penyempurnaan lebih lanjut sehingga
dapat membawa manfaat lebih bagi kita semua.
Lhokseumawe,
01 juni 2015
Sulaiman zaini
DAFTAR
ISI
Kata Pengantar ............................................................................... i
Daftar Isi ........................................................................................... ii
Bab I Pendahuluan ...................................................................
A. Latar Belakang ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ...................................................................
C. Metode Penelitian ................................................................... 2
Bab II Pembahasan ...................................................................
A.
Eksekusi ...................................................................
a.
Pengertian Eksekusi ................................................................... 3
b.
Dasar Hukum Eksekusi ....................................................... 4
B.
Azas-azas Eksekusi ................................................................... 5
C.
Jenis-jenis Eksekusi ...................................................................
1.
Jenis Eksekusi ...................................................................
2.
Macam-macam Eksekusi ....................................................... 7
D.
Tata Cara Eksekusi ...................................................................
1.
Eksekusi Riil ............................................................................... 8
2.
Eksekusi Pembayaran Sejumlah Uang ............................... 10
Bab IV
Penutup ...............................................................................
A.
Kesimpulan ...............................................................................
B.
Saran ........................................................................................... 12
Daftar
Pustaka ............................................................................... 13
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Hukum
acara perdata adalah rangkaian peraturan - peraturan yang memuat tata
cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan dimuka pengadilan dan tata
cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan
berjalannya peraturan - peraturan hukum perdata. Hukum acara perdata merupakan
hukum formil yang harus dijalani sesuai dengan apa yang telah diatur
didalamnya. Tanpa adanya hukum acara perdata, maka mustahil hukum perdata
materiil dapat dilaksanakan.
Tujuan
dari suatu proses dimuka pengadilan adalah untuk mendapatkan penentuan
bagaimanakah hukumnya dalam suatu kasus, yaitu bagaimanakah hubungan hukum
antara dua pihak yang berperkara itu seharusnya dan agar segala apa yang
ditetapkan itu direalisir, jika perlu dengan paksaan.[1])
Putusan
pengadilan adalah merupakan salah satu dari dari hukum acara formil yang akan
dijalani oleh para pihak yang terkait dalam perkara perdata. Dari beberapa
proses yang dilakukan oleh para pihak yang berperkara, putusan dan bagaimana
putusan itu dilaksanakan adalah tahapan yang menjadi tujuan. Oleh karena itu
penulis akan menguraikan secara lebih detail bagaimana tata cara dan syarat –
syarat yang harus dipenuhi oleh hakim dalam mumbuat sebuah putusan. Karena
apabila terdapat suatu yang belum atau tidak terpenuhi sesuai dengan ketentuan
atau syarat yang telah ditetapkan oleh undang – undang maka putusan yang
dihasilkan menjadi cacat hukum dan bahkan akan menjadi batal demi hukum.[2])
B.
RUMUSAN
MASALAH
1.
Pengertian Eksekusi.
2.
Azas-azas Eksekusi.
3.
Jenis-jenis Eksekusi.
4.
Tata Cara Eksekusi.
C.
METODE
PENELITIAN
1.
Studi Pustaka.
-
Buku-buku.
-
Internet.
-
Literatur.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
EKSEKUSI
a. Pengertian Eksekusi.
Kata
Executie diadaptir ke dalam Bahasa Indonesia dengan ditulis menurut bunyi dari
kata itu sesuai dengan ejaan Indonesia, yaitu ”Eksekusi”. Kata ini sudah
populer serta diterima oleh insan hukum di Indonesia, sehingga untuk
selanjutnya dalam makalah ini akan mengunakan kata Eksekusi untuk pengertian pelaksanaan putusan dalam
perkara perdata.
Pengertian
eksekusi sama dengan pengertian menjalankan putusan (ten uitvoer legging van vonnissen), yakni melaksanakan secara paksa
putusan pengadilan dengan bantuan kekuatan umum, apabila pihak yang kalah
(tereksekusi atau pihak tergugat) tidak mau menjalankannya secara sukarela.
Dengan kata lain, eksekusi (pelaksanaan putusan) adalah tindakan yang dilakukan
secara paksa terhadap pihak yang kalah dalam perkara.[3])
Pengertian
Eksekusi Eksekusi adalah merupakan pelaksanaan Putusan Pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap (in kracht
van gewijsde) yang dijalankan secara paksa oleh karena pihak yang kalah
dalam perkara tidak mau mematuhi pelaksanaan acara Putusan Pengadilan. Dalam
Pasal 195 HIR/Pasal 207 RBG dikatakan: Hal menjalankan Putusan Pengadilan
Negeri dalam perkara yang pada tingkat pertama diperiksa oleh Pengadilan Negeri
adalah atas perintah dan tugas Pimpinan ketua Pengadilan negeri yang pada
tingkat pertama memeriksa perkara itu menurut cara yang diatur dalam
pasal-pasal HIR. Selanjutnya dalam Pasal 196 HIR/Pasal 208 RBG dikatakan: Jika
pihak yang dikalahkan tidak mau atau lalai untuk memenuhi amar Putusan
Pengadilan dengan damai maka pihak yang menang dalam perkara mengajukan
permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menjalankan Putusan Pengadilan
itu. Kemudian Ketua Pengadilan Negeri memanggil pihak yang kalah dalam hukum
serta melakukan teguran (aanmaning)
agar pihak yang kalah dalam perkara memenuhi amar putusan pengadilan dalam
waktu paling lama 8 (delapan) hari. Dengan demikian, pengertian eksekusi adalah
tindakan paksa yang dilakukan Pengadilan Negeri terhadap pihak yang kalah dalam
perkara supaya pihak yang kalah dalam perkara menjalankan Amar Putusan
Pengadilan sebagaimana mestinya[4]).
Eksekusi dapat dijalankan oleh Ketua Pengadilan Negeri apabila terlebih dahulu
ada permohonan dari pihak yang menang dalam perkara kepada Ketua Pengadilan
Negeri agar Putusan Pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dapat
dilaksanakan sebagaimana mestinya. Sebelum menjalankan eksekusi Putusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap maka Ketua Pengadilan
Negeri melakukan teguran (aanmaning)
kepada pihak yang kalah dalam perkara agardalam waktu 8 (delapan) hari sesudah
Ketua Pengadilan Negeri melakukan teguran (aanmaning)
maka pihak yang kalah dalam perkara harus mematuhi Amar Putusan Pengadilan dan
apabila telah lewat 8 (delapan) hari ternyata pihak yang kalah dalam perkara
tidak mau melaksanakan Putusan Pengadilan tersebut, maka Ketua Pengadilan
Negeri dapat memerintah Panitera/Jurusita Pengadilan Negeri untuk melaksanakan
sita eksekusi atas objek tanah terperkara dan kemudian dapat meminta bantuan
alat-alat negara/kepolisian untuk membantu pengamanan dalam hal pengosongan
yang dilakukan atas objek tanah terperkara.
b. Dasar Hukum Eksekusi.
Dasar
hukum eksekusi Sebagai realisasi dari putusan hakim terhadap pihak yang kalah
dalam perkara, maka masalah eksekusi telah diatur dalam berbagai ketentuaan :
1.
Pasal 195 - Pasal 208 HIR dan Pasal 224
HIR/Pasal 206 - Pasal 240 R.Bg dan Pasal 258 R.Bg (tentang tata cara eksekusi
secara umum);
2.
Pasal 225 HIR/Pasal 259 R.Bg (tentang
putusan yang menghukum tergugat untuk melakukan suatu perbuatan tertentu).
3.
Sedangkan Pasal 209 - Pasal 223
HIR/Pasal 242 - Pasal 257 R.Bg, yang mengatur tentang sandera (gijzeling) tidak lagi di berlakukan
secara efektif.
4.
Pasal 180 HIR/Pasal 191 R.Bg, SEMA Nomor 3
Tahun 2000 dan SEMA Nomor 4 Tahun 2001 (tentang pelaksanaan putusan yang belum
mempunyai kekuatan hukum tetap, yaitu serta merta (Uitvoerbaar bij voorraad dan provisi).
5.
Pasal
1033 Rv (tentang eksekusi riil).
6.
Pasal
54 dan Pasal 55 Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 (tentang pelaksanaan putusan
pengadilan).
B.
AZAS-AZAS EKSEKUSI.
1. Putusan
hakim yang akan di eksekusi haruslah telah berkekuatan hukum yang tetap (in kracht van gewijsde). Maksudnya, pada
putusan hakim itu telah terwujud hubungan hukum yang pasti antara para pihak
yang harus ditaati/dipenuhi oleh tergugat, dan sudah tidak ada lagi upaya hukum
(Rachtsmiddel), yakni: 3
a.
Putusan pengadilan tingkat pertama yang tidak
diajukan banding;
b.
Putusan Makamah Agung (kasasi/PK).
c.
Putusan verstek yang tidak diajukan
verzet.
Sebagai
pengecualian dari asas di atas adalah:
a.
Putusan serta merta (Uitvoerbaar bii voorraad).
b.
Putusan provisi.
c.
Putusan perdamaian.
d.
Grose akta hipotik/pengakuan hutang.
2. Putusan hakim yang akan dieksekusi haruslah
bersifat menghukum (condemnatoir). Maksudnya,
pada putusan yang bersifat menghukum adalah terwujud dari adanya perkara yang
berbentuk yurisdictio contentiosa
(bukan yurisdictio voluntaria),
dengan bercirikan, bahwa perkara bersifat sengketa (bersifat partai) dimana ada
pengugat dan ada tergugat, proses pemeriksaannya secara berlawanan antara
penggugat dan tergugat (Contradictoir).
Misalnya amar putusan yang berbunyi :
a.
Menghukum atau memerintahkan menyerahkan sesuatu barang.
b.
Menghukum atau memerintahkan pengosongan sebidang tanah atau rumah.
c.
Menghukum atau memerintahkan melakukan suatu perbuatan tertentu.
d.
Menghukum atau memerintahkan penghentian suatu perbuatan atau keadaan.
3. Putusan
hakim itu tidak dilaksanakan secara sukarela.Maksudnya, bahwa tergugat sebagai
pihak yang kalah dalam perkara secara nyata tidak bersedia melaksanakan amar
putusan dengan sukarela. Sebaliknya apabila tergugat bersedia melaksanakan amar
putusan secara sukarela, maka dengan sendirinya tindakan eksekusi sudah tidak
diperlukan lagi.
4. Kewenangan
eksekusi hanya ada pada pengadilan tingkat pertama [Pasal 195 Ayat (1)
HIR/Pasal 206 Ayat (1) HIR R.Bg]. Maksudnya, bahwa pengadilan tingkat banding
dengan Mahkamah Agung tidaklah mempunyai kewenangan untuk itu, sekaligus
terhadap putusannya sendiri, sehingga kewenangan tersebut berada pada ketua
pengadilan tingkat pertama (pengadilan agama/pengadilan negeri) yang
bersangkutan dari sejak awal hingga akhir (dari aanmaning hingga penyerahan barang kepada penggugat).
5. Eksekusi harus sesuai dengan amar putusan. Maksudnya,
apa yang dibunyikan oleh amar putusan, itulah yang akan dieksekusi. Jadi tidak
boleh menyimpang dari amar putusan. Oleh karena itu keberhasilan eksekusi
diantaranya ditentukan pula oleh kejelasan dari amar putusan itu sendiri yang
didasari pertimbangan hukum sebagai argumentasi hakim.
C.
JENIS-JENIS EKSEKUSI.
1. Jenis eksekusi.
a. Dengan
Sukarela.
Artinya
pihak yang dikalahkan melaksanakan sendiri putusan Pengadilan tanpa ada paksaan
dari pihak lain
b . Dengan
Paksaan.
Yaitu
menjalankan putusan Pengadilan, yang merupakan suatu tindakan hukum dan dilakukan secara paksa terhadap pihak
yang kalah disebabkan ia tidak mau menjalankan putusan secara suka rela.
2.
Macam
Ekekusi.
Pada
dasarnya ada 2 bentuk eksekusi ditinjau dari sasaran yang hendak dicapai oleh
hubungan hukum yang tercantum dalam putusan pengadilan, yaitu melakukan suatu
tindakan nyata atau tindakan riil, sehingga eksekusi semacam ini disebut
eksekusi riil, dan melakukan pembayaran sejumlah uang. Eksekusi seperti ini
selalu disebut eksekusi pembayaran uang [6]).
Demikian juga dalam praktek peradilan agama dikenal 2 macam eksekusi, yaitu eksekusi
riil atau nyata sebagaimana diatur dalam Pasal 200 ayat (11) HIR/Pasal 218 ayat
(2) R.Bg, dan Pasal 1033 Rv, yang meliputi penyerahan pengosongan,
pembongkaran, pembagian, dan melakukan sesuatu. Dan eksekusi pembayaran
sejumlah uang melalui lelang atau executorial verkoop, sebagaimana tersebut
dalam Pasal 200 HIR/Pasal 215 R.Bg[7]).
a. Eksekusi Riil.
Eksekusi riil adalah
eksekusi yang menghukum kepada pihak yang kalah dalam perkara untuk melakukan
suatu perbuatan tertentu, misalnya menyerahkan barang, mengosongkan tanah atau
bangunan, membongkar, menghentikan suatu perbuatan tertentu dan lain-lain sejenis
itu. Eksekusi ini dapat dilakukan secara langsung (dengan perbuatan nyata)
sesuai dengan amar putusan tanpa melalui proses pelelangan.
b. Eksekusi Pembayaran Sejumlah Uang.
Eksekusi pembayaran
sejumlah uang adalah eksekusi yang mengharuskan kepada pihak yang kalah untuk
melakukan pembayaran sejumlah uang (Pasal 196 HIR/208 R.Bg). Eksekusi ini
adalah kebalikan dari eksekusi riil dimana pada eksekusi bentuk kedua ini
tidaklah dapat dilakukan secara langsung sesuai dengan amar putusan seperti
pada eksekusi riil, melainkan haruslah melalui proses pelelangan terlebih
dahulu , karena yang akan dieksekusi adalah sesuatu yang bernilai uang.
D.
TATA CARA EKSEKUSI
1. Eksekusi
Riil.
Menjalankan eksekusi
riil adalah merupakan tindakan nyata yang dilakukan secara langsung guna
melaksanakan apa yang telah dihukumkan dalam amar putusan, dengan tahapan :
a. Adanya permohonan dari penggugat (pemohon
eksekusi) kepada ketua pengadilan [Pasal 196 HIR/Pasal 207 ayat (1) R.Bg];
b. Adanya peringatan (aanmaning) dari ketua
pengadilan kepada termohon eksekusi agar ianya dalam waktu tidak lebih dari 8
(delapan) hari dari sejak aanmaning dilakukan, melaksanakan isi putusan
tersebut secara sukarela [Pasal 207 ayat (2) R.Bg], dengan cara:
1. Melakukan
pemanggilan terhadap termohon eksekusi dengan menentukan hari, tanggal, jam dan
tempat.
2. Memberikan peringatan (kalau ianya datang), yaitu
dengan cara :
a. Dilakukan dalam sidang insidentil yang dihadiri
ketua pengadilan, panitera dan termohon eksekusi.
b. Dalam sidang tersebut diberikan
peringatan/teguran agar termohon eksekusi dalam waktu 8 hari, melaksanakan isi
putusan tersebut.
c. Membuat berita acara sidang insidentil (aanmaning), yang mencatat peristiwa yang
terjadi dalam persidangan tersebut.
d. Berita acara sidang aanmaning tersebut akan
dijadikan bukti bahwa kepada termohon eksekusi telah dilakukan
peringatan/teguran untuk melaksanakan amar putusan secara sukarela, yang
selanjutnya akan dijadikan dasar dalam mengeluarkan perintah eksekusi.
Apabila setelah
dipanggil secara patut, termohon eksekusi ternyata tidak hadir dan ketidak
hadirannya disebabkan oleh halangan yang sah (dapat dipertanggung jawabkan),
maka ketidak hadirannya masih dapat dibenarkan dan ianya harus dipanggil
kembali untuk di aanmaning. Akan tetapi apabila ketidak hadirannya itu tidak
ternyata adanya alasan yang sah (tidak dapat dipertanggung jawabkan), maka
termohon eksekusi harus menerima akibatnya, yaitu hilangnya hak untuk dipanggil
kembali dan hak untuk di aanmaning serta ketua pengadilan terhitung sejak
termohon eksekusi tidak memenuhi panggilan tersebut, dapat langsung
mengeluarkan surat penetapan (beschikking)
tentang perintah menjalankan eksekusi.
c. Setelah tenggang waktu 8 hari ternyata termohon
eksekusi masih tetap tidak bersedia melaksanakan isi putusan tersebut secara
sukarela, maka ketua pengadilan mengeluarkan penetapan dengan mengabulkan
permohonan pemohon eksekusi dengan disertai surat perintah eksekusi, dengan
ketentuan :
1. Berbentuk tertulis berupa penetapan (beschikking).
2. Ditujukan
kepada panitera/jurusita/jurusita pengganti.
3. Berisi perintah agar menjalankan eksekusi sesuai
dengan amar putusan.
d. Setelah menerima perintah menjalankan eksekusi
dari ketua pengadilan, maka panitera/jurusita/jurusita pengganti
merencanakan/menentukan waktu serta memberitahukan tentang eksekusi kepada
termohon eksekusi, kepala desa/lurah,/ kecamatan/kepolisian setempat.
e. Proses selanjutnya, pada waktu yang telah
ditentukan, panitera/jurusita/jurusita pengganti langsung ke lapangan guna
melaksanakan eksekusi dengan ketentuan:
1. Eksekusi dijalankan oleh
panitera/jurusita/jurusita pengganti (Pasal 209 ayat (1) R.Bg).
2. Eksekusi dibantu 2 (dua) orang saksi (Pasal 200
R.Bg), dengan syarat-syarat:
a. Warga Negara Indonesia.
b. Berumur minimal 21 tahun.
c. Dapat
dipercaya.
3. Eksekusi
dijalankan ditempat dimana barang (obyek) tersebut berada.
4. Membuat berita acara eksekusi, dengan ketentuan
memuat.
a. Waktu (hari, tanggal, bulan, tahun dan jam)
pelaksanaan.
b. Jenis, letak, ukuran dari barang yang dieksekusi
c. Tentang kehadiran termohon eksekusi.
d. Tentang pengawas barang (obyek) yang dieksekusi.
e. Penjelasan tentang Niet Bevinding (barang/obyek
yang tidak diketemukan/tidak sesuai dengan amar putusan).
f. Penjelasan tentang dapat/tidaknya eksekusi
dijelaskan.
g. Keterangan tentang penyerahan barang (obyek)
kepada pemohon eksekusi.
h. Tanda tangan panitera/jurusita/jurusita pengganti
(eksekutor), 2 (dua) orang saksi yang membantu menjalankan eksekusi,kKepala
desa/lurah/camat dan termohon eksekusi itu sendiri.
Untuk tanda tangan kepala desa/lurah/camat dan
termohon eksekusi tidaklah merupakan keharusan. Artinya tidaklah mengakibatkan
tidak sahnya eksekusi, akan tetapi akan lebih baik jika mereka turut tanda
tangan guna menghindari hal-hal yang tidak diingini.
5. Memberitahukan isi berita acara eksekusi
kepada termohon eksekusi (Pasal 209 R.Bg), yang dilakukan ditempat dimana
eksekusi dijalankan (jika termohon eksekusi hadir pada saat eksekusi
dijalankan), atau ditempat kediamannya (jika termohon eksekusi tidak hadir pada
saat eksekusi dijalankan)
2.
Eksekusi Pembayaran Sejumlah Uang
Untuk sampai pada realisasi
penjualan lelang sebagai syarat dari eksekusi pembayaran sejumlah uang, maka
eksekusi tersebut perlu melalui proses tahapan sebagai berikut :
a. Adanya permohonan dari pemohon eksekusi kepada
ketua pengadilan.
b. Adanya peringatan/teguran (aanmaning) dari ketua pengadilan kepada termohon eksekusi agar
ianya dalam waktu tidak lebih dari 8 hari, sejak aanmaning dilakukan,
melaksanakan amar putusan.
c. Setelah masa peringatan/teguran (aanmaning) dilampaui, termohon eksekusi
masih tetap tidak memenuhi isi putusan berupa pembayaran sejumlah uang, maka
sejak saat itu ketua pengadilan secara ex afficio mengeluarkan surat penetapan
(beschikking) berisi perintah kepada
panitera/jurusita/jurusita pengganti untuk melakukan sita eksekusi (executorial beslag) terhadap harta
kekayaan jika sebelumnya tidak diletakkan sita jaminan sesuai dengan ketentuan
yang diatur dalam Pasal197 HIR/Pasal 208 R.Bg (tata cara sita eksekusi hampir
sama dengan sita jaminan).
d. Adanya perintah penjualan lelang, dilanjutkan
dengan penjualan lelang setelah terlebih dahulu dilakukan pengumuman sesuai
dengan ketentuan pelelangan. Lalu diakhiri dengan penyerahan uang hasil lelang
kepada pemohon eksekusi.
BAB
III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Eksekusi Eksekusi
adalah merupakan pelaksanaan Putusan Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap (in kracht van gewijsde)
yang dijalankan secara paksa oleh karena pihak yang kalah dalam perkara tidak
mau mematuhi pelaksanaan acara Putusan Pengadilan.
2 bentuk eksekusi
ditinjau dari sasaran yang hendak dicapai oleh hubungan hukum yang tercantum
dalam putusan pengadilan, yaitu melakukan suatu tindakan nyata atau tindakan
riil, sehingga eksekusi semacam ini disebut eksekusi riil, dan melakukan
pembayaran sejumlah uang.
B.
SARAN
Alangkah lebih baik
bila pihak yang kalah dalam perkara mau mematuhi pelaksanaan acara Putusan
Pengadilan, sehingga penegakan hukum di indonesia bisa berjalan dengan lancar.
Mudah – mudahan tulisan
singkat ini dapat membawa manfaat bagi kami khususnya dan kawan-kawan umumnya,
guna menambah khasanah pengetahuan yang telah ada. Sebagaimana telah kami
ungkapkan dalam awal makalah ini, mengingat keterbatasan pengetahuan kami,
kiranya kritik dan saran amat kami perlukan untuk kebaikan kita semua.
DAFTAR
PUSTAKA
EksekusidalamHukumAcaraPerda.htm.
Abdul
Manan, 2005: 316
M.
Yahya Harahap,S.H. Hukum Acara Perdata,
2010. Jakarta: Sinar Grafita
Moh.
Taufik Makaro, SH. MH, Pokok-Pokok Hukum
Acara Perdata, 2004. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Prof. R. Subekti, S.H, Hukum Acara Perdata, Binacipta, Bandung,
Cet. Ke 3, 1989
Prof.
Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. Hukum Acara
Perdata Indonesia, 1998.
Yogyakarta:
Liberty Yogyakarta.
[2]).
Sebagaimana
ditentukan dalam Undang – undang No. 4 Tahun 2004, Tentang kekuasaan Kehakiman,
Pasal 19
[3] ). M. Yahya
Harahap, 1988: 5.
[4]
). M. Yahya Harahap, SH – Ruang Lingkup
Permasalahan Eksekusi Bidang Perdata, Penerbit PT. Gramedia, Jakarta, 1991,
Hal. 5.
[5]) M. Yahya
Harahap, 1988: 13
[7]
) Abdul
Manan, 2005: 316
No comments:
Post a Comment